Tuesday, October 30, 2012

7 Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
 
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:
 
1. Pemimpin yang adil.
 
2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.
 
3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.
 
4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah.
 
5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
 
6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
 
7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”
(HR. Al-Bukhari no. 620 dan Muslim no. 1712)
 
Penjelasan:
 
Ketujuh orang yang tersebut dalam hadits di atas, walaupun lahiriah amalan mereka berbeda-beda bentuknya, akan tetapi semua amalan mereka itu mempunyai satu sifat yang sama yang membuat mereka semua mendapat naungan Allah Ta’ala. Sifat itu adalah mereka sanggup menyelisihi dan melawan hawa nafsu mereka guna mengharapkan keridhaan Allah dan ketaatan kepada-Nya.
 
1. Pemimpin yang adil.
 
Dia adalah manusia yang paling dekat kedudukannya dengan Allah Ta’ala pada hari kiamat. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 
“Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar-Rahman Azza wa Jalla -sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan semua-. Yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.” (HR. Muslim no. 3406)
 
2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.
 
Hal itu karena dorongan dan ajakan kepada syahwat di masa muda mencapai pada puncaknya, karenanya kebanyakan awal penyimpangan itu terjadi di masa muda. Tapi tatkala seorang pemuda sanggup untuk meninggalkan semua syahwat yang Allah Ta’ala haramkan karena mengharap ridha Allah, maka dia sangat pantas mendapatkan keutamaan yang tersebut dalam hadits di atas, yaitu dinaungi oleh Allah di padang mahsyar.
 
3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.
 
Sungguh Allah Ta’ala telah memuji semua orang yang memakmurkan masjid secara umum di dalam firman-Nya:
 
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. An-Nur: 36-38)
 
Terkaitnya hati dengan masjid hanya akan didapatkan oleh siapa saja yang menuntun jiwanya menuju ketaatan kepada Allah. Hal itu karena jiwa pada dasarnya cenderung memerintahkan sesuatu yang jelek. Sehingga jika dia meninggalkan semua ajakan dan seruan jiwa yang jelek itu dan lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah, maka pantaslah dia mendapatkan pahala yang sangat besar.
 
4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah.
 
Kedua orang ini telah berjihad dalam melawan hawa nafsu mereka. Hal itu karena hawa nafsu itu menyeru untuk saling mencintai karena selain Allah karena adanya tujuan-tujuan duniawiah. Makna ‘mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah’ adalah keduanya bersatu dan bermuamalah karena keduanya mencintai Allah. Karenanya kapan salah seorang di antara mereka berubah dari sifat ini (mencintai Allah), maka temannya itu akan meninggalkannya dan menjauh darinya karena dia telah meninggalkan sifat yang menjadi sebab awalnya mereka saling menyayangi. Sehingga jadilah ada dan tidak adanya cinta dan sayang di antara keduanya berputar dan ditentukan oleh ketaatan kepada Allah dan berpegang teguh kepada sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam.
 
5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.

 
Yakni: Dia diminta oleh wanita yang mengumpulkan status social yang tinggi, harta yang melimpah, dan kecantikan yang luar biasa untuk berzina dengannya. Akan tetapi dia menolak permintaan dan ajakan tersebut karena takut kepada Allah. Maka ini tanda yang sangat nyata menunjukkan dia lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah daripada kecintaan kepada hawa nafsu. Dan orang yang sanggup melakukan ini akan termasuk ke dalam firman Allah Ta’ala:
 
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.” (QS. An-Naziat: 40)
 
Dan pemimpin setiap lelaki dalam masalah ini adalah Nabi Yusuf alaihissalam.
 
6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
 
Yakni dia berusaha semaksimal mungkin agar sedekah dan dermanya tidak diketahui oleh siapapun kecuali Allah, sampai-sampai diibaratkan dengan kalimat ‘hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya’.
 
Karenanya disunnahkan dalam setiap zakat, infak, dan sedekah agar orang yang mempunyai harta menyerahkannya secara langsung kepada yang berhak menerimanya dan tidak melalui wakil dan perantara. Karena hal itu akan lebih menyembunyikan sedekahnya. Juga disunnahkan dia memberikannya kepada kerabatnya sendiri sebelum kepada orang lain, agar sedekahnya juga bisa dia sembunyikan.
 
7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.
 
Ini adalah amalan yang sangat berat dan tidak akan dirasakan kecuali oleh orang yang mempunyai kekuatan iman dan orang yang takut kepada Allah ketika dia sendiri maupun ketika dia bersama orang lain. Dan tangisan yang lahir dari kedua sifat ini merupakan tangisan karena takut kepada Allah Ta’ala.
 
Kemudian, penyebutan 7 golongan dalam hadits ini tidaklah menunjukkan pembatasan. Karena telah shahih dalam hadits lain adanya golongan lain yang Allah lindungi pada hari kiamat selain dari 7 golongan di atas. Di antaranya adalah orang yang memberikan kelonggaran dalam penagihan utang. Dari Jabir radhiallahu anhu: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
 
“Barangsiapa yang memberikan kelonggaran kepada orang yang berutang atau menggugurkan utangnya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya.” (HR. Muslim no. 5328)

Sunday, September 23, 2012

Menjemput Rezeki Dengan Istighfar dan Taubat

Mungkin ramai tidak menyangka bahawa dengan istighfar dan taubat mampu menjadi sebab terbukanya pintu-pintu rezeki. Oleh kerana itu, berlumba-lumba dan bersegeralah kepada pintu taubat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah Ali ‘Imran:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu...” (Surah Ali ‘Imran, 3: 133)

Dalam al-Qur’an terdapat banyak petunjuk yang menunjukkan bahawa rezeki Allah diturunkan kepada orang-orang yang sentiasa beristighfar, bertaubat dan kembali kepada Allah. Di antara petunjuk yang dimaksudkan tersebut adalah sebagaimana berikut.
Nuh ‘alaihis Salam pernah berkata kepada kaumnya sebagaimana dikatakan oleh Allah dalam al-Qur’an:
فَقُل فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (١٠) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (١١) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“Maka aku katakan kepada mereka, “Beristighfarlah kepada Rabb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan melengkapkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan pula di dalamnya sungai-sungai.” (Surah Nuh, 71: 10-12)

Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah (Wafat: 774H)menjelaskan ayat ini dalam tafsir:
أي: إذا تبتم إلى الله واستغفرتموه وأطعتموه، كثر الرزق عليكم، وأسقاكم من بركات السماء، وأنبت لكم من بركات الأرض، وأنبت لكم الزرع، وَأَدَرَّ لكم الضرع، وأمدكم بأموال وبنين، أي: أعطاكم الأموال والأولاد، وجعل لكم جنات فيها أنواع الثمار، وخللها بالأنهار الجارية بينها
“Maksudnya apabila kamu semua bertaubat kepada Allah, beristighfar (memohon ampun) kepada-Nya dan kamu sentiasa mentaati-Nya, nescaya Dia akan memperbanyakkan rezeki ke atas kamu, menurunkan kepada kamu hujan yang barakah, mengeluarkan untuk kamu keberkahan dari bumi, menumbuhkan untuk kamu tumbuh-tumbuhan, mengalirkan (melimpahkan) untuk kamu susu-susu perahan, dan melengkapkan untuk kamu harta dan anak-anak. Maksudnya Dia akan memberi kamu dengan harta kekayaan dan anak-anak serta memberi kepada kamu kebun-kebun yang di dalamnya terdapat pelbagai jenis buah-buahan yang di dalamnya mengalir sungai-sungai.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/233)

Imam al-Qurthubi dan Al-Hafiz Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahumallah menyebutkan sebuah atsar dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah:
ان رجلا شكى إليه الجدب فقال استغفر الله وشكى إليه آخر الفقر فقال استغفر الله وشكى إليه آخر جفاف بستانه فقال استغفر الله وشكى إليه آخر عدم الولد فقال استغفر الله ثم تلا عليهم هذه الآية
“Bahawasanya seorang lelaki mengadu kepadanya tentang musim kemarau yang sedang terjadi. Maka al-Hasan al-Bashri pun mengatakan, “Beristighfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah.”
Kemudian datang pula orang lain mengadu kepada beliau tentang kefaqirannya. Maka al-Hasan al-Bashri pun mengatakan, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Kemudian datang lagi yang lain pula mengadu kepada beliau tentang kekeringan tanamannya. Maka al-Hasan al-Bashri pun mengatakan, “Beristigfarlah kepada Allah.”
Kemudian datang lagi yang lain mengadu kepada beliau kerana masih tidak memiliki anak. Maka al-Hasan al-Bashri pun mengatakan, “Beristighfarlah kepada Allah.” Kemudian al-Hasan al-Bashri pun membacakan surah ini (Surah Nuh, 71: 11-12) kepada mereka.” (Tafsir al-Qurthubi, 18/302-303. Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, 11/98)

Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَيَقَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
“(Hud berkata): “Wahai kaumku, beristighfarlah kepada Rabb-mu kemudian bertaubatlah kepada-Nya, nescaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat ke atas kamu dan Dia akan menambahkan kekuatan pada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan melakukan dosa.” (Surah Huud, 11: 52)

Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
ثم أمرهم بالاستغفار الذي فيه تكفير الذنوب السالفة، وبالتوبة عما يستقبلون ومن اتصف بهذه الصفة يسر الله عليه رزقه، وسهل عليه أمره وحفظ شأنه؛ ولهذا قال: يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
“Kemudian dia (Huud) menyuruh mereka beristighfar yang dengannya dapat menghapuskan dosa yang telah lalu, juga dengan bertaubat dari apa yang sedang mereka hadapi. Dan sesiapa yang memiliki sifat ini, Allah memudahkan rezeki ke atasnya dan memudahkan ke atasnya urusannya dan memelihara keadaannya. Dan untuk itulah Allah berfirman: “...nescaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat ke atas kamu.”

Disebutkan dalam suatu hadis:
مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ، جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Sesiapa yang sentiasa beristighfar, maka Allah menjadikan untuknya dari setiap kesedihan ada kegembiraan, bagi setiap kesempitan ada jalan keluar, dan memberinya rezeki yang tidak disangka-sangka.” (Hadis Riwayat Ahmad dan Abu Daud. Dinilai sahih sanadnya oleh Ahmad Syakir, tetapi dinilai dhaif oleh al-Albani dan Syu’aib al-Arnauth).” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/329)

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“Dan beristighfarlah kepada Rabb-mu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Nescaya Dia akan memberi kepada kamu kenikmatan yang baik sehingga waktu yang ditentukan, dan Dia memberi kepada setiap yang memiliki keutamaan, keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab di hari yang besar (Kiamat).” (Surah Huud, 11: 3)

Imam al-Qurthubi rahimahullah (Wafat: 671H) menjelaskan:
هَذِهِ ثَمَرَةُ الِاسْتِغْفَارِ وَالتَّوْبَةِ، أَيْ يُمَتِّعُكُمْ بِالْمَنَافِعِ من سَعَةِ الرِّزْقِ وَرَغَدِ الْعَيْشِ، وَلَا يَسْتَأْصِلُكُمْ بِالْعَذَابِ كَمَا فَعَلَ بِمَنْ أَهْلَكَ قَبْلَكُمْ
“Inilah buah hasil istighfar dan taubat. Iaitu Allah memberi kenikmatan kepada kamu dengan manfaat-manfaat berupa rezeki yang banyak dan hidup yang sejahtera, serta Dia tidak akan mengazab kamu sebagaimana yang dilakukan-Nya ke atas orang-orang sebelum kamu.” (Tafsir al-Qurthubi, 9/3)

Demikian juga sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syanqithi rahimahullah (Wafat: 1393H):
هذه الآية الكريمة تدل على أن الاستغفار والتوبة إلى الله تعالى من الذنوب سبب لأن يمتع الله من فعل ذلك متاعاً حسناً إلى أجل مسمى؛ لأنه رتب ذلك على الاستغفار والتوبة ترتيب الجزاء على شرطه
“Ayat yang mulia ini adalah dalil yang menunjukkan istighfar dan taubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah termasuk sebab yang dengannya Allah memberikan kenikmatan yang baik sehingga waktu yang ditentukan kepada orang-orang yang melakukannya. Allah memberikan balasan kebaikan atas istighfar dan taubat tersebut berdasarkan syaratnya.” (Adhwa’ul Bayan, 2/169-170)

Anjuran dan Contoh-contoh Istighfarnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
Oleh itu, perbanyakkanlah istighfar dan taubat. Istighfar dan taubat memiliki keutamaan yang sangat besar bukan sekadar apa yang disebutkan di atas. Malah Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang memerintahkan kepada kita agar sentiasa beristighfar dan bertaubat kepada-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلا يُجْزَى إِلا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Dan mohonlah ampun untuk dosamu dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu di waktu pagi dan petang.” (Surah Al-Mukmiin, 40: 55)

Di ayat yang lain:
لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ (١٥)الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٦)الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأسْحَارِ
“Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah), di sisi Rabb mereka ada Syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan mereka dikurniakan isteri-isteri yang suci serta mendapat keredhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat para hamba-Nya. Iaitu orang-orang yang berdoa, “Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan peliharalah kami dari azab neraka.” Iaitu orang-orang yang sabar, yang tetap taat, yang mengeluarkan sedekah, dan yang memohon keampunan di waktu sahur.” (Surah Ali ‘Imran, 3: 15-17)

Dalam ayat lain lagi:
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan sesiapa yang melakukan kejahatan atau menzalimi dirinya lalu kemudian dia memohon ampun kepada Allah, nescaya dia mendapati Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah an-Nisaa’, 4: 110)

Demikian juga sebagaimana apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bukan sahaja mengajak agar kita sentiasa beristighfar dan bertaubat, malah beliau sendiri telah menunjukkan contohnya dengan sebaik-baik contoh. Beliau mengajar kita agar beristighfar dalam banyak keadaan dan hampir setiap keadaan. Seperti ketika tersedar dari melakukan dosa, ketika menutup majlis, ketika waktu pagi dan petang, ketika hendak mengakhiri solat, ketika sebaik selesai solat, ketika di dalam solat, ketika sebaik selesai berwudhu’, dan banyak lagi.

Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
“Demi Allah, aku benar-benar beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam satu hari lebih banyak dari tujuh puluh kali.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, bab: Istighfar Nabi di siang dan malam hari, no. 6307)

Dalam hadis yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِي، وَإِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ، فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Sesungguhnya aku dicukupkan atas hatiku dan aku beristighfar kepada Allah sehari seratus kali.” (Hadis Riwayat Muslim, bab: anjuran beristighfar, no. 2702)

Di antara contoh-contoh istighfar dan taubat Nabi sebagaimana dalam hadis-hadisnya yang sahih adalah:
Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: بِأَخَرَةٍ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ مِنَ الْمَجْلِسِ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ» فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلًا مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى، فَقَالَ: «كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِي الْمَجْلِسِ
“Bahawasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam beliau berkata (berdoa) ketika di akhir hendak bangun (menutup) majlis (dengan doa):
“Maha Suci Engkau Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, aku mengakui bahawa tiada Ilah selain Engkau, aku memohon ampun kepada Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau.”
Seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau mengucapkan satu ucapan yang tidak pernah engkau ucapkan sebelum ini?”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun bersabda, “Itu adalah sebagai penebus dosa yang terjadi sepanjang dalam majlis.” (Hadis Riwayat Abu Daud, no. 4857. Dinilai sahih oleh al-Albani)

Ketika solat malam setelah tasyahhud akhir sebelum salam, beliau berdoa:
اللهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Ya Allah ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, yang aku rahsiakan dan yang tampak, yang aku lakukan secara berlebihan serta yang Engkau lebih mengetahui daripadaku sendiri, Engkau yang mendahulukan dan Engkaulah yang mengakhirkan, tiada Ilah melainkan Engkau.” (Hadis Riwayat Muslim, bab: Doa dalam solat malam, no. 771)

Tsauban radhiyallahu ‘anhu menjelaskan cara Nabi beristighfar setelah solat fardhu:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ: اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ قَالَ الْوَلِيدُ: فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ: كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ؟ قَالَ: تَقُولُ: أَسْتَغْفِرُ اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam apabila selesai bersolat, beliau beristighfar tiga kali, kemudian mengucapkan:
“Ya Allah, Engkaulah yang memiliki Kesejahteraan, dan daripada Engkau asalnya kesejahteraan itu, segala keberkatan adalah milik Engkau Ya Allah, yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.”

Al-Waliid (salah seorang perawi, murid al-Auzaa’i) bertanya kepada al-Auzaa’i, “Bagaimana cara beristighfar yang dimaksudkan?” Al-Auzaa’i menjawab:
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
(Dengan mengucapkan): “Astaghfirullah (Aku memohon ampun kepada Allah), astaghfirullah...”.” (Hadis Riwayat Muslim, bab: Anjuran berdzikir setelah solat, no. 591)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ قَالَ: أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ، وَأَتُوبُ إِلَيْهِ، غُفِرَ لَهُ، وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنَ الزَّحْفِ
“Sesiapa mengucapkan: “Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada Ilah melainkan Dia, yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya dan aku bertaubat kepada-Nya.”
Nescaya dosa-dosanya diampuni walaupun dia telah lari dari peperangan.” (Hadis Riwayat Abu Daud, bab: al-Istighfar, no. 1517)

Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga pernah ditanya oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang ketekunan beliau dalam melakukan amal-amal seperti solat malam dan memohon keampunan sedangkan Allah telah mengampuni dosa-dosa beliau sama ada yang terdahulu mahupun yang akan datang. Lalu Rasulullah pun menjawab:
يَا عَائِشَةُ أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
“Wahai ‘Aisyah, tidak wajarkah aku menjadi hamba yang bersyukur?” (Hadis Riwayat Muslim, no. 2820)

Demikianlah sebahagian contoh hadis-hadis yang menunjukkan anjuran agar kita semua sentiasa memperbanyakkan istighfar dan taubat. Dari hadis-hadis ini juga telah menunjukkan bagaimana sikap atau sunnah yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada kita agar mencontohi dan mengamalkannya. Lihatlah betapa tekunnya Nabi dalam beristighfar.

Hakikat Istighfar dan Taubat
Walau bagaimanapun, istighfar dan taubat tidak cukup hanya dengan lisan, ia perlu diiringi dengan tekad yang kuat dan dizahirkan melalui amal perbuatan dan kebaikan. Istighfar dan taubat yang hanya semata-mata di lisan, maka takut-takut ia termasuk istighfar dan taubatnya para pendusta. Ini sebagaimana kata imam Fudhail B. ‘Iyadh rahimahullah (Wafat: 187H):
استغفارٌ بلا إقلاع توبةُ الكذّابين
“Istighfar (mohon keampunan) tanpa melepaskan diri (dari kemaksiatan) adalah taubatnya para pendusta.” (an-Nawawi, al-Adzkar, m/s. 703; Tahqiq ‘Amir ‘Ali Yasin – Daar Ibn Khuzaimah)

Kata Imam an-Nawawi rahimahullah (Wafat: 676H):
قال أصحابنا وغيرهم من العلماء للتوبة ثلاثة شروط أن يقلع عن المعصية وأن يندم على فعلها وأن يعزم عزما جازما أن لايعود إلى مثلها أبدا فان كانت المعصية تتعلق بآدمى فلها شرط رابع وهو رد الظلامة إلى صاحبها أو تحصيل البراءة منه والتوبة أهم قواعد الاسلام وهى أول مقامات سالكى طريق الآخرة
“Para ulama mazhab kami dan selain mereka mengatakan, taubat itu memiliki 3 syarat; iaitu meninggalkan maksiat, menyesalinya, dan bersungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat tersebut untuk selama-lamanya.
Apabila maksiat tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ditambah dengan satu syarat lagi, iaitu mengembalikan apa yang diambilnya kepada pemiliknya, atau mendapatkan pelepasan dari segala apa yang dituntutnya.
Taubat adalah merupakan sendi (atau tiang) agama Islam yang paling penting, dan ia adalah langkah awal bagi yang berhajat kepada jalan akhirat.” (Syarah Shahih Muslim, 17/25)

Maka begitulah sebahagian dari dalil-dalil yang menunjukkan keagungan istighfar. Betapa besar dan banyak buahnya! Di antaranya ia mampu menjadi penyebab dibukanya pintu rezeki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang pandai beristighfar. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan sentiasa beristighfar. Dan kurniakanlah kepada kami buahnya, di dunia mahupun di akhirat. Dan mudahkanlah bagi kami rezeki-rezeki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami, serta peliharalah kami. Sesungguhnya Engkau Maha memperkenankan doa, wahai Dzat yang Memiliki ke-Agungan dan ke-Muliaan. Ameen.

Wallahu a’lam...

Monday, July 9, 2012

Takdir dan Tadbir

Takdir sentiasa mengatasi tadbir. Takdir daripada Allah, sedangkan tadbir hanya dari kita hamba-Nya. Kekadang takdir dan tadbir selari, maka terjadilah apa yang kita inginkan terjadi. Namun acapkali takdir dan tadbir bersalahan, maka terjadilah apa yang kita tidak inginkan.

Kita ingin putih, hitam pula yang menjelma. Kita dambakan kejayaan, kegagalan pula yang menimpa. Ketika itu hati akan bertanya, apa lagi yang tidak kena? Semuanya telah kutadbirkan, tetapi kenapa gagal jua? Ketika itu timbullah bunga-bunga 'pemberontakan' dari dalam diri hamba yang kerdil berdepan dengan Tuhan yang Perkasa. Samada disedari atau tanpa disedari...

Takdir daripada Allah mengandungi banyak hikmah. Ia mengandungi mehnah (didikan langsung dari Allah) yang kekadang tersembunyi daripada pengamatan fikiran biasa.

Ilmu semata-mata tanpa iman yang kuat, akan menyebabkan kita terkapai-kapai dalam ujian hidup tanpa pedoman yang tepat. Justeru dengan akal semata-mata kita tidak akan dapat meringankan perasaan pada perkara-perkara yang tidak sejalan dengan diri dan kehendak kita. Mengapa terjadi begini? Sedangkan aku telah berusaha?

Carilah Hikmah di Sebalik Ketentuan
Untuk mengelakkan hal itu terjadi maka kita mesti berusaha mencari hikmah-hikmah yang terkandung dalam ketentuan (takdir) Tuhan. Ya, hanya manusia yang sempurna akal (ilmu) dan hati (iman) sahaja dapat menjangkau hikmah yang terkandung di dalam cubaan dan bala yang menimpa dirinya. Kata orang, hanya jauhari mengenal manikam.

Orang yang begini akan menjangkau hikmah di sebalik takdir. Dapat melihat sesuatu yang lebih tersirat di sebalik yang tersurat. Ya, mereka tidak akan beranggapan bahawa sifat lemah-lembut Allah lekang daripada segala bentuk takdir-Nya – samada yang kelihatan positif atau negatif pada pandangan manusia. Ertinya, mereka merasai bahawa apa jua takdir Allah adalah bermaksud baik. Jika sebaliknya, mereka merasakan bahawa Tuhan bermaksud jahat dalam takdir-Nya, maka itu petanda penglihatan hati tidak jauh, dan akalnya pendek.

Saturday, June 16, 2012

Peristiwa Israk dan Mikraj dan Pengajaran Yang Perlu di Hayati

         Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad S.A.W. keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat.

Sahabat yang dirahmati Allah,
Setiap tahun apabila sampai tanggal 27 Rejab umat Islam diseluruh dunia akan mengadakan majlis sambutan peristiwa Israk dan Mikraj. Israk dan Mikraj berlaku pada 27 Rejab, setahun sebelum Hijrah Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah.
Apabila berbicara tentang peristiwa Israk dan Mikraj ini, kita secara spontan akan terbayang kisah perjalanan Rasulullah S.A.W bersama malaikat Jibril dan Mikail yang boleh dibahagikan kepada dua fasa.
01.Israk yakni perjalanan Nabi SAW menaiki binatang Buraq dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa, di Baitulmaqdis, Palestin.
02.Mikraj ialah perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Sidratil Muntaha di langit yang ketujuh.

Perjalanan Rasulullah S.A.W ini telah diabadikan oleh Allah S.W.T di dalam Al-Quran, Surah Al-Isra' ayat 1 yang bermaksud;
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
Menariknya, keseluruhan perjalanan Rasulullah S.A.W hanya berlangsung pada satu malam.
Para ulama, hadis, ulama feqah dan ulama tafsir secara umum menegaskan bahawa perisitiwa Israk dan Mikraj di mana kedua-duanya berlaku dalam satu malam dan dalam keadaan baginda SAW sedar. Ia berlaku pada jasad atau tubuh dan roh Nabi SAW bukannya roh sahaja. Sebagaimana difahami daripada firman Allah dalam ayat tadi di mana Allah menegaskan "asra bi 'abdihi lailan" yang bermaksud memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam. Perkataan hamba yang dimaksudkan di sini iaitu Nabi Muhammad S.A.W yang mana meliputi batang tubuh dan rohnya serentak bukannya rohnya sahaja. Jika ia berlaku pada rohnya sahaja maka sudah tentu firman Allah itu berbunyi "asra bi rohi 'abdihi lailan" yang bermaksud memperjalankan roh hamba-Nya pada waktu malam tetapi yang berlaku sebaliknya di mana Allah secara jelas menyatakan bahawa Dia telah memperjalankan hamba-Nya iaitu Nabi SAW dalam keadaan tubuh dan rohnya serentak.

Peristiwa ini pada pandangan orang yang tidak beriman atau mereka yang tipis imannya, mereka menyatakan bahawa peristiwa ini tidak mungkin akan berlaku atau pun mereka berbelah bahagi samada mahu mempercayainya atau pun sebaliknya. Tetapi bagi orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan rasul-Nya maka mereka tetap percaya dengan penuh keimanan kepada peristiwa ini.
Setelah baginda S.A.W menceritakan apa yang telah terjadi padanya kepada masyarakat umum maka orang-orang kafir bertambah kuat mengejek dan mendustakan baginda S.A.W. Fitnah terhadap baginda S.A.W bertambah kuat malah ada juga di kalangan mereka yang sebelum ini telah memeluk Islam telah pun murtad kembali. Manakala bagi mereka yang begitu membenarkan baginda S.A.W maka iman mereka tetap utuh sebagaimana kita lihat kepada reaksi Sayyidina Abu Bakar apabila dia mendengar berita daripada orang ramai tentang apa yang telah diberitahu oleh Nabi S.A.W lalu beliau dengan tegas menyatakan :
"Benar! Aku menyaksikan bahawa engkau merupakan Rasulullah. Jika baginda S.A.W mengatakan bahawa baginda telah diperjalankan lebih jauh daripada itu maka aku tetap beriman kepadanya". Inilah ketegasan dan keyakinan yang tidak berbelah bahagi Sayyidina Abu Bakar dalam mempercayai Allah dan rasul-Nya sehingga beliau digelar as-Siddiq yang membawa maksud pembenar.

Selain itu, pernah juga diriwayatkan Rasulullah S.A.W berjumpa dengan pelbagai keadaan manusia ketika di dalam perjalanan tersebut. Meskipun kisah tentang peristiwa bersejarah ini seringkali diulangcerita oleh para penceramah setiap kali sambutan Israk dan Mikraj diadakan, saya melihat roh dan intipati di sebalik peristiwa ini masih tidak meresap ke dalam jiwa masyarakat Islam.

Sahabat yang dimuliakan,
Sebelum berlakunya Israk dan Mikraj Rasulullah S.A.W mengalami pembedahan dada/perut oleh malaikat. Hati Baginda S.A.W dicuci dengan air zamzam, dibuang ketul hitam ('alaqah) iaitu tempat syaitan membisikkan waswasnya. Kemudian dituangkan hikmat, ilmu, dan iman ke dalam dada Rasulullah S.A.W. Setelah itu, dadanya dijahit dan dimeterikan dengan "khatimin nubuwwah". Selesai pembedahan, didatangkan binatang bernama Buraq untuk ditunggangi oleh Rasulullah dalam perjalanan luar biasa yang dinamakan "Israk" itu.

Semasa Israk ( Perjalanan dari Masjidil-Haram ke Masjidil-Aqsa ):
Sepanjang perjalanan (Israk) itu Rasulullah S.A.W diiringi (ditemani) oleh malaikat Jibrail dan Israfil. Tiba di tempat-tempat tertentu (tempat-tempat yang mulia dan bersejarah), Rasulullah telah diarah oleh Jibrail supaya berhenti dan bersembahyang sebanyak dua rakaat. Antara tempat-tempat berkenaan ialah:
01.Negeri Thaibah (Madinah), tempat di mana Rasulullah akan melakukan hijrah,
02.Bukit Tursina, iaitu tempat Nabi Musa A.S. menerima wahyu daripada Allah,
03.Baitul-Laham (tempat Nabi 'Isa A.S. dilahirkan),

Dalam perjalanan itu juga baginda Rasulullah S.A.W menghadapi gangguan jin 'Afrit dengan api jamung dan dapat menyasikan peristiwa-peristiwa simbolik yang amat ajaib.

Peristiwa-peristiwa tersebut adalah seperti berikut :
01.Kaum yang sedang bertanam dan terus menuai hasil tanaman mereka. apabila dituai, hasil (buah) yang baru keluar semula seolah-olah belum lagi dituai. Hal ini berlaku berulang-ulang. Rasulullah S.A.W diberitahu oleh Jibrail: Itulah kaum yang berjihad "Fisabilillah" yang digandakan pahala kebajikan sebanyak 700 kali ganda bahkan sehingga gandaan yang lebih banyak.

02.Tempat yang berbau harum.Rasulullah S.A.W diberitahu oleh Jibrail : Itulah bau kubur Masitah (tukang sisir rambut anak Fir'aun) bersama suaminya dan anak-anaknya (termasuk bayi yang dapat bercakap untuk menguatkan iman ibunya) yang dibunuh oleh Fir'aun kerana tetap teguh beriman kepada Allah (tak mahu mengakui Fir'aun sebagai Tuhan).

03.Sekumpulan orang yang sedang memecahkan kepala mereka. Setiap kali dipecahkan, kepala mereka sembuh kembali, lalu dipecahkan pula. Demikian dilakukan berkali-kali. Jibrail memberitahu Rasulullah: Itulah orang-orang yang berat kepala mereka untuk sujud (sembahyang).

04.Sekumpulan orang yang hanya menutup kemaluan mereka (qubul dan dubur) dengan secebeis kain. Mereka dihalau seperti binatang ternakan. Mereka makan bara api dan batu dari neraka Jahannam. Kata Jibrail : Itulah orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat harta mereka.

05.Satu kaum, lelaki dan perempuan, yang memakan daging mentah yang busuk sedangkan daging masak ada di sisi mereka. Kata Jibrail: Itulah lelaki dan perempuan yang melakukan zina sedangkan lelaki dan perempuan itu masing-masing mempunyai isteri/suami.

06.Lelaki yang berenang dalam sungai darah dan dilontarkan batu. Kata Jibrail: Itulah orang yang makan riba.

07.Lelaki yang menghimpun seberkas kayu dan dia tak terdaya memikulnya, tapi ditambah lagi kayu yang lain. Kata Jibrail: Itulah orang tak dapat menunaikan amanah tetapi masih menerima amanah yang lain.

08.Satu kaum yang sedang menggunting lidah dan bibir mereka dengan penggunting besi berkali-kali. Setiap kali digunting, lidah dan bibir mereka kembali seperti biasa. Kata Jibrail: Itulah orang yang membuat fitnah dan mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak melakukannya.
09.Kaum yang mencakar muka dan dada mereka dengan kuku tembaga mereka. Kata Jibrail: Itulah orang yang memakan daging manusia (mengumpat) dan menjatuhkan maruah (mencela, menghinakan) orang.

10.Seekor lembu jantan yang besar keluar dari lubang yang sempit. Tak dapat dimasukinya semula lubang itu. Kata Jibrail: Itulah orang yang bercakap besar (Takabbur). Kemudian menyesal, tapi sudah terlambat.

11.Seorang perempuan dengan dulang yang penuh dengan pelbagai perhiasan. Rasulullah tidak memperdulikannya. Kata Jibrail: Itulah dunia. Jika Rasulullah memberi perhatian kepadanya, nescaya umat Islam akan mengutamakan dunia daripada akhirat.

12.Seorang perempuan tua duduk di tengah jalan dan menyuruh Rasulullah berhenti. Rasulullah S.A.W tidak menghiraukannya. Kata Jibrail: Itulah orang yang mensia-siakan umurnya sampai ke tua.

13.Seorang perempuan bongkok tiga menahan Rasulullah untuk bertanyakan sesuatu. Kata Jibrail: Itulah gambaran umur dunia yang sangat tua dan menanti saat hari kiamat.

Setibanya di masjid Al-Aqsa, Rasulullah turun daripada Buraq. Kemudian masuk ke dalam masjid dan mengimamkan sembahyang dua rakaat dengan segala anbia dan mursalin menjadi makmum.
Rasulullah S.A.W terasa dahaga, lalu dibawa Jibrail dua bejana yang berisi arak dan susu. Rasulullah S.A.W memilih susu lalu diminumnya. Kata Jibrail: Baginda membuat pilhan yang betul. Jika arak itu dipilih, nescaya ramai umat baginda akan menjadi sesat.

Semasa Mikraj ( Naik ke Hadhratul-Qudus Menemui Allah S.W.T );
Didatangkan Mikraj (tangga) yang indah dari syurga. Rasulullah S.A.W dan Jibrail naik ke atas tangga pertama lalu terangkat ke pintu langit dunia (pintu Hafzhah).

Di Langit Pertama: Rasulullah S.A.W dan Jibrail masuk ke langit pertama, lalu berjumpa dengan Nabi Adam a.s. Kemudian dapat melihat orang-orang yang makan riba dan harta anak yatim dan melihat orang berzina yang rupa dan kelakuan mereka sangat huduh dan buruk. Penzina lelaki bergantung pada susu penzina perempuan.

Di Langit Kedua: Nabi S.A.W dan Jibrail naik tangga langit yang kedua, lalu masuk dan bertemu dengan Nabi Isa A.S. dan Nabi Yahya A.S.

Di Langit Ketiga: Naik langit ketiga. Bertemu dengan Nabi Yusuf A.S.

Di Langit Keempat: Naik tangga langit keempat. Bertemu dengan Nabi Idris A.S.

Di Langit Kelima: Naik tangga langit kelima. Bertemu dengan Nabi Harun A.S. yang dikelilingi oleh kaumnya Bani Israil.

Di Langit Keenam: Naik tangga langit keenam. Bertemu dengan Nabi-Nabi. Seterusnya dengan Nabi Musa A.S. Rasulullah mengangkat kepala (disuruh oleh Jibrail) lalu dapat melihat umat baginda sendiri yang ramai, termasuk 70,000 orang yang masuk syurga tanpa hisab.

Di Langit Ketujuh: Naik tangga langit ketujuh dan masuk langit ketujuh lalu bertemu dengan Nabi Ibrahim Khalilullah yang sedang bersandar di Baitul-Makmur dihadapi oleh beberapa kaumnya. Kepada Rasulullah S.A.W, Nabi Ibrahim A.S. bersabda, "Engkau akan berjumapa dengan Allah pada malam ini. Umatmu adalah akhir umat dan terlalu dhaif, maka berdoalah untuk umatmu.

Suruhlah umatmu menanam tanaman syurga iaitu LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH Mengikut riwayat lain, Nabi Ibahim A.S. bersabda, "Sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahu mereka, syurga itu baik tanahnya, tawar airnya dan tanamannya ialah lima kalimah, iaitu: SUBHANALLAH, WAL-HAMDULILLAH, WA LA ILAHA ILLALLAH ALLAHU AKBAR dan WA LA HAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAHIL- 'ALIYYIL-'AZHIM. Bagi orang yang membaca setiap kalimah ini akan ditanamkan sepohon pokok dalam syurga".

Setelah melihat beberpa peristiwa lain yang ajaib. Rasulullah dan Jibrail masuk ke dalam Baitul-Makmur dan bersembahyang (Baitul-Makmur ini betul-betul di atas Baitullah di Mekah).

Di Tangga Kelapan: Di sinilah disebut "al-Kursi" yang berbetulan dengan dahan pokok Sidratul-Muntaha. Rasulullah S.A.W menyaksikan pelbagai keajaiban pada pokok itu: Sungai air yang tak berubah, sungai susu, sungai arak dan sungai madu lebah. Buah, daun-daun, batang dan dahannya berubah-ubah warna dan bertukar menjadi permata-permata yang indah. Unggas-unggas emas berterbangan. Semua keindahan itu tak terperi oleh manusia. Baginda Rasulullah S.A.W dapat menyaksikan pula sungai Al-Kautsar yang terus masuk ke syurga. Seterusnya baginda masuk ke syurga dan melihat neraka berserta dengan Malik penunggunya.

Di Tangga Kesembilan: Di sini berbetulan dengan pucuk pokok Sidratul-Muntaha. Rasulullah S.A.W masuk di dalam nur dan naik ke Mustawa dan Sharirul-Aqlam. Lalu dapat melihat seorang lelaki yang ghaib di dalam nur 'Arasy, iaitu lelaki di dunia yang lidahnya sering basah berzikir, hatinya tertumpu penuh kepada masjid dan tidak memaki ibu bapanya.

Di Tangga Kesepuluh: Baginda Rasulullah sampai di Hadhratul-Qudus dan Hadhrat Rabbul-Arbab lalu dapat menyaksikan Allah SWT dengan mata kepalanya, lantas sujud. Kemudian berlakulah dialog antara Allah dan Muhammad, Rasul-Nya:
Allah SWT : Ya Muhammad.
Rasulullah : Labbaika.
Allah SWT : Angkatlah kepalamu dan bermohonlah, Kami perkenankan.
Rasulullah : Ya, Rabb. Engkau telah ambil Ibrahim sebagai Khalil dan Engkau berikan dia kerajaan yang besar. Engkau berkata-kata dengan Musa. Engkau berikan Dawud kerajaan yang besar dan dapat melembutkan besi. Engkau kurniakan kerajaan kepada Sulaiman yang tidak Engkau kurniakan kepada sesiapa pun dan memudahkan Sulaiman menguasai jin, manusia, syaitan dan angin. Engkau ajarkan Isa Taurat dan Injil. Dengan izin-Mu, dia dapat menyembuhkan orang buta, orang sufaq dan menghidupkan orang mati. Engkau lindungi dia dan ibunya daripada syaitan.
Allah S.W.T : Aku ambilmu sebagai kekasih. Aku perkenankanmu sebagai penyampai berita gembira dan amaran kepada umatmu. Aku buka dadamu dan buangkan dosamu. Aku jadikan umatmu sebaik-baik umat. Aku beri keutamaan dan keistimewaan kepadamu pada hari kiamat. Aku kurniakan tujuh ayat (surah Al-Fatihah) yang tidak aku kurniakan kepada sesiapa sebelummu. Aku berikanmu ayat-ayat di akhir surah al-Baqarah sebagai suatu perbendaharaan di bawah 'Arasy. Aku berikan habuan daripada kelebihan Islam, hijrah, sedekah dan amar makruf dan nahi munkar. Aku kurniakanmu panji-panji Liwa-ul-hamd, maka Adam dan semua yang lainnya di bawah panji-panjimu. Dan Aku fardukan atasmu dan umatmu lima puluh (waktu) sembahyang.
Selesai munajat, Rasulullah S.A.W di bawa menemui Nabi Ibrahim A.S. kemudian Nabi Musa A.S. yang kemudiannya menyuruh Rasulullah S.A.W merayu kepada Allah S.W.T agar diberi keringanan, mengurangkan jumlah waktu sembahyang itu. Selepas sembilan kali merayu, (setiap kali dikurangkan lima waktu), akhirnya Allah perkenan memfardukan sembahyang lima waktu sehari semalam dengan mengekalkan nilainya sebanyak 50 waktu juga.

Selepas Mikraj:
Rasulullah S.A.W turun ke langit dunia semula. Seterusnya turun ke Baitul-Maqdis. Lalu menunggang Buraq perjalanan pulang ke Mekah pada malam yang sama. Dalam perjalanan ini baginda bertemu dengan beberapa peristiwa yang kemudiannya menjadi saksi (bukti) peristiwa Israk dan Mikraj yang amat ajaib itu (Daripada satu riwayat peristiwa itu berlaku pada malam Isnin, 27 Rejab, kira-kira 18 bulan sebelum hijrah). Wallahu'alam.
(Sumber : Kitab Jam'ul-Fawaa'id)

Sahabat yang dikasihi,
Kesimpulannya, Peristiwa Israk dan Mikraj bukan hanya sekadar sebuah kisah sejarah yang diceritakan kembali setiap kali 27 Rejab menjelang. Adalah lebih penting untuk kita menghayati pengajaran di sebalik peristiwa tersebut bagi meneladani perkara yang baik dan menjauhi perkara yang tidak baik. Peristiwa Israk dan Mikraj yang memperlihatkan pelbagai kejadian aneh yang penuh pengajaran seharusnya memberi keinsafan kepada kita agar sentiasa mengingati Allah S.W.T dan takut kepada kekuasaan-Nya.
Seandainya peristiwa dalam Israk dan Mikraj ini dipelajari dan dihayati benar-benar kemungkinan manusia mampu mengelakkan dirinya daripada melakukan berbagai-bagai kejahatan. Kejadian Israk dan Mikraj juga adalah untuk menguji umat Islam (apakah percaya atau tidak dengan peristiwa tersebut). Orang-orang kafir di zaman Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam langsung tidak mempercayai, malahan memperolok-olokkan Nabi sebaik-baik Nabi bercerita kepada mereka.
Peristiwa Israk dan Mikraj itu merupakan ujian dan mukjizat yang membuktikan kudrat atau kekuasaan Allah Subhanahu Wataala. Allah Subhanahu Wataala telah menunjukkan bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran-Nya kepada Baginda Sallallahu Alaihi Wasallam.
Dengan kita mendengar dan menghayati kisah dan cerita yang berlaku di dalam peristiwa Israk dan Mikraj kita perlu ambil ikhtibar dan yakin bahawa bumi Baitulmaqdis Palestin yang menjadi tempat bermulanya Mikraj Nabi SAW adalah bumi penuh berkah dan terdapat Masjidil Aqsa (kiblat pertama umat Islam)
Baitulmaqdis dan Masjidil Aqsa adalah harta umat Islam yang telah dirampas oleh Zionis Yahudi laknatullah. Umat Islam perlu berusaha, berkorban dan berdoa semoga tempat suci umat Islam ini dapat dipulangkan kembali kepada pangkuan umat Islam. Peristiwa Israk dan Mikraj akan lebih bermakna apabila umat Islam seluruhnya dapat membantu saudara-saudara kita di Palestin dan dapat memulihkan dan menguasai Baitulmaqdis dan menghalau Yahudi laknatullah daripada menguasai dan membunuh saudara-saudara kita di Palestin.

Kisah Israk Mikraj dan Kewajipan Solat

Kisah Israk Mikraj

Hadis Anas bin Malik r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Aku telah didatangi Buraq. Iaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keldai tetapi lebih kecil dari baghal. Ia merendahkan tubuhnya sehinggalah perut buraq tersebut mencecah bumi.

Baginda bersabda lagi: Tanpa membuang masa, aku terus menungganginya sehinggalah sampai ke Baitulmuqaddis. Baginda bersabda lagi: Aku mengikatnya pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para Nabi.

Baginda bersabda lagi: Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan sembahyang sebanyak dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar, secara tiba-tiba aku didatangi dengan semangkuk arak dan semangkuk susu oleh Jibril a.s. Aku memilih susu. Lalu Jibril a.s berkata: Engkau telah memilih fitrah.

Lalu Jibril a.s membawaku naik ke langit. Ketika Jibril a.s meminta agar dibukakan pintu, kedengaran suara bertanya: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Lalu dibukakan pintu kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Adam a.s, beliau menyambutku serta mendoakan aku dengan kebaikan.

Seterusnya aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Isa bin Mariam dan Yahya bin Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.

Aku dibawa lagi naik langit ketiga. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Yusuf a.s ternyata dia telah dikurniakan sebahagian dari keindahan. Dia terus menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan.

Aku dibawa lagi naik ke langit keempat. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Idris a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Firman Allah s.w.t Yang bermaksud: Dan kami telah mengangkat ke tempat yang tinggi darjatnya.

Aku dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Harun a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.

Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Musa a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.

Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril a.s meminta supaya dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari memuatkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar mereka tidak kembali lagi kepadanya. Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar umpama telinga gajah manakala buahnya pula sebesar tempayan. Baginda bersabda: Ketika baginda merayau-rayau meninjau kejadian Allah s.w.t, baginda dapati kesemuanya aneh-aneh. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya.

Lalu Allah s.w.t memberikan wahyu kepada baginda dengan mewajibkan solat lima puluh waktu sehari semalam. Tatakala baginda turun dan bertemu Nabi Musa a.s, dia bertanya: Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? Baginda bersabda: Solat lima puluh waktu. Nabi Musa a.s berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan kerana umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencuba Bani Israel dan memberitahu mereka. Baginda bersabda: Baginda kemudiannya kembali kepada Tuhan dan berkata: Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku. Lalu Allah s.w.t mengurangkan lima waktu solat dari baginda.

Baginda kembali kepada Nabi Musa a.s dan berkata: Allah telah mengurangkan lima waktu solat dariku. Nabi Musa a.s berkata: Umatmu masih tidak mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi. Baginda bersabda: Baginda tak henti-henti berulang-alik antara Tuhan dan Nabi Musa a.s, sehinggalah Allah s.w.t berfirman Yang bermaksud: Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan hanyalah lima waktu sehari semalam. Setiap solat fardu diganjarkan dengan sepuluh ganjaran. Oleh yang demikian, bererti lima waktu solat fardu sama dengan lima puluh solat fardu.

Begitu juga sesiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, nescaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya sesiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, nescaya tidak sesuatu pun dicatat baginya. Seandainya dia melakukannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya. Baginda turun hingga sampai kepada Nabi Musa a.s, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih lagi berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Baginda menyahut: Aku terlalu banyak berulang alik kepada Tuhan, sehingga menyebabkan aku malu kepada-Nya. (HR Muslim)

Sunday, April 15, 2012

Khutbah Terakhir Rasulullah

Khutbah ini disampaikan pada 9hb Zulhijjah, tahun 10 Hijriah di Lembah Uranah, Gunung Arafah :

"Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan, Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengarlah dengan telti kata-kataku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir disini pada hari ini.

Wahai manusia, sepertimana kamu menganggap bulan ini dan Kota ini sebagai suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak. Janganlah kamu sakiti sesiapapun agar orang lain tidak menyakiti kami lagi. Ingatlah bahawa sesungguhnya, kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti membuat perhitungan di atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba, oleh itu segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan sekarang.

Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikuti dalam perkara-perkara kecil.

Wahai Manusia Sebagaimana kamu mempunyai hak keatas isteri kamu mereka juga mempunyai hak di atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka keatas kamu, maka mereka, juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang. Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik dan berlemah-lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.

Wahai Manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kataku ini, sembahlah Allah, dirikanlah sembahyang lima kali sehari, berpuasalah di bulan Ramadhan, dan tunaikankanlah zakat dari harta kekayaan kamu. Kerjakanlah Ibadah Haji sekiranya kamu mampu. Ketahui bahawa setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama; tidak seorang pun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam Taqwa dan beramal soleh.

Ingatlah, bahawa, kamu akan menghadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggung jawabkan di atas segala apa yang telah kamu kerjakan. Oleh itu Awasilah agar jangan sekali-kali kamu terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.

Wahai Manusia, tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan ada lain agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kataku yang telah aku sampaikan kepada kamu. Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, necaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah ALQURAN dan SUNNAHKU.

Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku, menyampaikan pula kepada orang lain. Semoga yang terakhir lebih memahami kata-kataku dari mereka yang terus mendengar dariku. Saksikanlah Ya Allah, bahawasanya telah aku sampaikan risalahMu kepada hamba-hambaMU.

Saturday, March 31, 2012

Hikmah adalah barang yang hilang daripada orang mukmin

 

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " الكلمة الحكمة ضالة الحكيم فحيث وجدها فهو أحق بها " .

Daripada Abu Hurairah r.a. katanya, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kalimah yang mempunyai hikmah adalah sesuatu yang hilang daripada orang yang bijaksana, di mana sahaja dia mendapatinya maka dialah yang lebih berhak dengannya”.


Kalimah pada asalnya memberikan makna satu perkataan tetapi yang dimaksudkan di sini ialah ungkapan atau jumlah ayat yang lengkap. Maksud al-kalimah al-hikmah di sini ialah ungkapan atau kata-kata yang mempunyai nilai bahasa yang tinggi dan mengandungi makna yang sangat halus, tinggi dan mendalam maksudnya walaupun ringkas dan terbit daripada seorang hakim iaitu yang bijaksana.
Imam Malik berkata: “Al-hikmah adalah kefahaman mendalam di dalam agama”. Allah taala berfirman:



يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Allah menganugerahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi kurnia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran (Al-Baqarah : 269).
 
Maksud sesuatu yang hilang dari orang yang bijaksana dan di dalam riwayat yang lain dari orang yang beriman ialah sesuatu yang sentiasa dicari dan dituntut olehnya dan bila ia mendapatinya daripada sesiapa sekalipun maka dialah orang paling layak memperolehinya sama ada dengan maksud untuk mengikuti atau mengamalkannya. Orang yang bijaksana di sisi agama dan beriman sudah semestinya menilai al-kalimah al-hikmah yang terkandung di dalamnya kebenaran di sisi agama dan ia tetap menerima di mana sahaja atau daripada sesiapapun.

 Setengah ulama mengatakan maksud di sini ialah kemampuan manusia untuk memahami sesuatu maksud daripada al-Quran dan hadith adalah berbeza. Kerana itu bagi orang yang tidak mampu untuk memahami maksud-maksud yang tersembunyi daripada sesuatu ayat atau hadith maka ia tidak boleh sama sekali untuk mengingkari orang yang mempunyai kemampuan untuk memahami dan membuat kesimpulan daripadanya. Ini adalah kerana orang yang diberikan rezeki oleh Allah untuk memahaminya adalah merupakan seorang yang bijaksana yang telah memperolehi al-kalimah al-hikmah yang kehilangan daripadanya sebelum ini.

 Maksud yang lain ialah kadang-kadang al-kalimah al-hikmah diungkapkan oleh seorang yang tidak mempunyai kelayakan dengannya dan bila ia diperolehi oleh orang yang layak dengannya iaitu al-hakim maka dialah yang lebih layak dengannya daripada orang yang memperkatakannya tanpa memandang kepada rendah atau tinggi kedudukan orang yang memperkatakannya. 
Hadith ini juga menunjukkan bahawa seorang alim itu tidak harus menghalang orang lain dari mendapatkan ilmunya bila ia fikir orang itu berkelayakan untuk memahaminya dan begitu juga sebaliknya tidak harus ia memberikan sesuatu ilmu kepada orang yang tidak berkelayakan kerana ilmu itu bukanlah merupakan sesuatu yang hilang daripadanya.

Di antara pengajaran daripada hadith ini ialah seseorang hakim atau ahli ilmu sepatutnya sentiasa mencari-cari dan mendalami al-Quran dan hadith yang ditinggalkan oleh Rasulullah s.a.w. seperti seseorang mencari barangnya yang hilang. Pengajaran yang lain ialah kebenaran mestilah diterima tanpa mengira daripada siapa ia datang dan bukan kerana melihat kepada orang yang menyampaikannya. Benar sekali apa yang diungkapkan oleh bijak pandai yang berbunyi:

“Kenalilah seseorang itu kerana kebenaran (yang dibawanya) bukan mengenali kebenaran kerana seseorang (iaitu menerima sesuatu sebagai kebenaran berdasarkan orang yang mengatakannya bukan berdasarkan kepada sesuatu dalil) dan kenalilah kebenaran nescaya engkau akan mengenali ahlinya.